PENGALAMAN MUNCAK KE GUNUNG ARGO LASEM DAN MENGENAL LEBIH DEKAT DESA DADAPAN



Sabtu, 20 Oktober 2018 saya dan teman- teman dari XII Ips 5 akan melakukan kegiatan muncak ke Gunung Argo, Lasem. Dari 32 anak di kelas, yang ikut melakukan kegiatan pembelajaran ini hanya 17 orang anak. Terdiri dari 3 orang anak laki-laki dan 14 orang anak perempuan, dan juga kami di dampingi oleh Pak Suhadi ( selaku wali kelas kami ), Kak Mufid, Pak Ali, Kak Badri sebagai pendamping tambahan.

Sabtu pagi kami masih mengikuti pelajaran seperti hari biasanya. Sepulang sekolah saya mempersiapkan perlengkapan yang di perlukan seperti jaket, sepatu, baju ganti, ada juga air dan juga camilan. Sore hari tepatnya pukul 15:00 saya berangkat dari rumah menuju SMA, sebelum berangkat kami melakukan absensi terlebih dahulu, lalu kami bersiap-siap untuk menuju perjalanan ke Argo. Untuk menempuh perjalanan menuju argo saya dan teman-teman melewati desa Kalitengah, dan setelah perjalanan agak lama kami sampai ke Desa Ngeroto yang jalannya penuh tikungan dan tanjakan yang menakutkan. Menuju ke sana saya berboncengan dengan teman saya Sunarti yang mengendarai motor saya.

Sebelum kami berjalan menuju puncak Argo kami terlebih dahulu menitipkan motor ke rumah warga atau dapat di sebut dengan bescame kecil untuk para pemuncak. Setelah menitipkan motor kamipun melanjutkan ke Puncak Argo dengan berjalan kaki bersama-sama. Baru 10 menit berjalan saya sudah merasa kecapekan, akhirnya saya dan teman-teman memutuskan istirahat sejenak sambil minum air untuk mengurangi rasa lelah.

Perjalananpun kami mulai kembali. Diperjalanan kali ini penuh tantangan karena jalan mulai sempit, berbatu, dan penuh tanjakan juga samping kami adalah jurang yang curam. Saya dan teman-temanpun banyak mengeluh di tengah perjalanan karena kami sudah lelah, haus, capek, dan sudah lama kami berjalan tetapi tidak kunjung sampai di puncak.

Kebersamaan kami saat malam hari tiba dan hawa dingin menusut tubuh kami menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh kami. 

Hari mulai petang azan magrib pun berkumandang di tengah hutan yang sunyi. Di tengah hutan yang gelap ini banyak pendaki yang berjuang untuk mencapai puncak, begitupun dengan kami. Hal yang paling susah adalah detik-detik kami hampir sampai di puncak. Di sana kami mulai putus asa karena di PHP Pak Suhadi, beliau berkata 5 menit lagi samapi tetapi lima menit berlalu tapi belum sampai juga.

Haripun mulai gelap angin menyelimuti perjalanan kami, dan kami sudah hampir samapai ke puncak. Kami menyempatkan istirahat terlebih dahulu, anggota kami yang masih di bawah tinggal berempat yaiti saya, Pak Suhadi, Pak Ali, Suwarti,  dan sisanya sudah naik ke puncak terlebih dahulu untuk mencari tempat untuk tenda. Di istirahat kali ini teman saya Suwarti menangis karena sudah tidak kuat lagi berjalan. Setelah agak lama beristirahat akhirnya kami sampai di puncak juga.

Foto diatas adalah saat2 yang paling kami tunggu yaitu ketika matahari mulai menampakkan dirinya bisa di sebut dengan Sunrise

Di puncak kami di sambut oleh gemerlap lampu- lampu yang indah di bawah sana. Saya puas saya bersyukur di beri kekuatan untuk sampai di puncak ino. Tenda-tenda pendaki juga menyambut kami, ketika kami sampai di puncak ternyata tenda kami sudah berdiri kokoh, dan sudah banyak teman saya yang sedang memasak mie untuk makan malam. Malam berlalu dengan lambat di malam yang dingin ini kami menyempatkan briving dengan pak polhut yang sudah datang jauh-jauh untuk menemani kami. Briving kali ini membahas tentang keadaan Gunung Argo, fauna yang ada, flora yang tumbuh, dan sejarah tentang Argo. Setelah briving selesai saya dan teman-teman kembali ke tenda di sana kami menyalakan api unggun dan bernyayi bersama. Sampai larut tiba kami di beri arahan Kak Badri supaya anak perempuan tidur di dalam tenda.

Pemandangan malam hari ketika saya baru sampai di puncak Argo. Indah sekali

Malam yang sunyi mungkin sudah tengah malam sekarang, tapi saya masih belum bisa tidur. Di luar tenda saya mendengar suara teman saya yang masih terjaga bercakap-cakap bersama. Saya tak menghiraukan mereka dan mencoba kembali untuk tidur.

Azan subuh datang bahkan sebelum itu saya sudah bangun dari tidur saya. Bangun dari tidur saya bergegas mengajak teman saya Sunarti dan Indah menuju pojok dekat bebatuan besar untuk melihat sunrise lebih dekat. Disana saya memotret beberapa pemandangan yang indah, dan juga membuatkan teman saya beberapa kata-kata.



Matahari perlahan menampakan sinarnya, dan kami mulai berkemas untuk persiapan untuk turun. Kami bersama-sama membereskan tenda dan mengumpulkan sampah yang masih berserakan di dekat tenda kami. Setelah membersihkan kawasan tenda kami semua menuju ke tenda Polhut pojok gunung. Kami kesana untuk mengucapkan terimakasih sekaligus berpamitan untuk pulang. Kami juga sempat meminta foto bareng bersama Pak polhut dan para rekannya. Setelah itu kami bersalaman bersama pak polhut dan langsung pamit untuk pulang.

oto diatas diambil saat kami sudah selesai membereskan tenda sambil menikmati sunrise di pagi hari diatas Gunung Argo. Foto ke dua diambil ketika kami berpamitan dengan Bapak Polhut. 

Di perjalanan pulang kami bernyanyi bersama, berteriak, dan berjoget bersama-sama. Hal ini lah yang saya tunggu kebersamaan yang tak akan terulang kembali. Dan ini adalah pengalaman muncak pertama saya. Di sini saya sangat senang, walaupun badan saya pegal semua tetapi kebersamaan seakan menghilangkan rasa lelah rasa pegal di badan ini. Dan saat muncak ini saya sangat respec terhadap pemuncak lain karena solidaritas mereka sangat tinggi. Walaupun mereka tidak kenal satu sama lain tetapi mereka saling membantu. Contohnya seperti saat saya lelah dan beristirahat sendirian saya di dekati oleh pemuncak lainnya saya di tawari minuman, dan diajak ke puncak bersama-sama.

Waktu perjalanan turun sangat cepat dan tak terasa kami sudah sampai di bascam penitipan sepeda motor kami. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke desa Dadapan untuk melihat potensi desa ini. Tepatnya jam 08:00 saya dan rekan-rekan sampai di Baledesa Dadapan untuk sarapan pagi. Di baledesa Dadapan kami di sambut oleh kepala desa Dadapan. Dan di Baledesa ini kami di perkenankan untuk numpang mandi dan membersihkan badan.

Setelah sarapan dan mandi kami di beri pengalaman oleh kepala desa Dadapan. Beliau bercerita tentang potensi apa saja yang ada di desa tersebut, adanya air sendang yang katanya kalau membasuh dengan air itu akan awet muda, ada juga sejarah tentang Desa Dadapan sendiri. Setelah di beri arahan kepala desa akhirnya kami di persilahkan untuk melihat potensi desa Dadapan dengan terjun lansung ke warga sekitar. Dan akhirnya kami ke Dukuh Siwalan Sukun yang terkenal dengan kerajinan bambunya.



Saat ke Dukuh siwalan Sukun ini saya berboncengan dengan rekan saya Reza. Jalan yang kami lewati kali ini sangat menakutkan, lebih menakutkan dari jalan Ngeroto. Sebenarnya sama dengan jalan Ngeroto yang nanjak tetapi jalan yang kami lewati ini tanjakannya lebih parah lagi. Tanjakan yang tinggi membuat saya was-was. Dan setelah beberapa menit akhirnya kami sampai di Desa Siwalan Sukun.
Di sana kami melakukan pemetaan di rumah kepala dusun. Kami di perintah Pak Suhadi untuk melakukan pemetaan kerajinan tangan berupa keranjang buah dan di posting di Google Maps. Setelah semuanya selesai memosting kami di bagi menjadi beberapa kelompok dan langsung melakukan wawancara kepada warga yang membuat kerajinan tangan dari bambu.

Dalam kelompok ini terdiri dari enam anak. Di kelompok saya ada Anis, Warti, David, Rizal, Rully dan saya sendiri. Kemudian kami langsung bergegas ke rumah salah satu warga yang membuat kerajinan dari bambu.

Foto diatas adalah foto saya dan kelompok saya sehabis mewawancarai Bu Warinah. Dan dapat di lihat kerajinan tangan yang di buat Bu Warinah sangat cantik dan menarik untuk dibeli. 

Di sini kami mewawancarai seorang pengrajin bambu bernama Bu Warinah. Beliau adalah pengrajin bambu alusan, beliau memulai menjadi pengrajin dari 2007. Biasanya Ibu Warinah membuat kerajinan dari bambu apos. Karya Ibu Warinah bermacam-macam seperti wadah nasi, pemeras santan ( kalo ), wadah tisu dan lainnya. Bu Warinah juga menjelaskan bahwa pemasaran kerajinan ini sudah sampai wilayah Tuban dan juga Pati. Memang kerajinan bambu ini banyak sekali peminatnya sampai terkadang Bu Warinah mendapat pesanan dari pelangganya untuk di buatkan tempat buah, tempat tisu, tempat sendok, dll. Dan harga setiap kerajinan itu berbeda-beda sesuai tingkat kesulitannya. Seperti wadah tisu di bandrol dengan harga 15.000 tempat nasi yang besar harganya mencapai 20.000. Bu Warinah juga menceritakan bahwa kerajinan yang beliau buat sering di gunakan untuk kegiatan ekspo, ekspo ini adalah fungsi utama dari kerajinan bambu tutur beliau. Beliau juga bilang bahwa mungkin jika orang-orang yang membuat kerajinan ini sudah tiada mungkin sudah tidak ada yang meneruskan keahlian mereka karena anak muda zaman sekarang tidak ada yang mau belajar alasannya karena kurang menguntungkan dan hasilnya kurang menjanjikan. Wawancara pun kami selesaikan dan tak lupa kami meminta foto bareng bersama Bu Warinah untuk kenang-kenangan. Sehabis itu kelompok saya langsung membuat pemetaan kerajinan bambu dari Bu Warinah ini. Dan akhirnya tugas kami selesai juga.

Ini foto terakhir dari saya. Foto ini diambil saat kami kembali dari Dukuh Siwalan Sukun untuk berpamitan kepada kepala desa Dadapan. 

Hari mulai siang kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke baledesa untuk mengabil tas kami dan berpamitan kepada kepala desa Dadapan. Sampai di baledesa kami langsung duduk di kursi dan Pak Suhadi megucapkan banyak terimakasih kepada kepala desa karena sudah mengizinkan kami untuk melihat potensi2 Desa Dadapan. Setelah agak lama akhirnya kami di persilahkan untuk pulang. Sebelum pulang seperti biasa kami akan melakukan foto bareng bersama kepala desa dan perangkat desa yang ada disana. Dan akhirnya kami pun pulang.


Di tengah perjalanan pulang saya dan Sunarti sempat kesasar karena kami tak tahu arahnya maka kami hanya megikuti jalan tetapi sesaat kami sadar bahwa kami slah arah dan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke jalan yang benar. Tak sekian lama kami mulai bingung lagi dengan adanya jalan yang bercabang, dan akhirnya kami memutuskan untuk bertanya pada seseorang. Setelah itu kami mengikuti intruksi yang diberikan oleh bapak yang kami yanyai tadi. Dan akhirnya jalan tersebut benar dan saya dan Sunarti dapat kembali pulang ke rumah masing-masing.
Sekian cerita saya mulai dari awal perjalan sampai akhir, saya minta maaf jika tulisan saya banyak salah dan akhir kata saya ucapkan banyak terima kasih...

Penulis adalah Siti Khosiyah, siswa SMA N 1 Pmotan, saat ini kelas XII Jurusan IPS. 



0 Komentar