Keberadaan Suku Badui berada di kampung gajeboh Desa Kanekes Provinsi Banten. Norma sosial yang digunakan masyarakat Suku Badui sangat patuh sama adat dan tidak memperdulikan budaya modern,maka dari itu masyarakat suku Badui menutup diri dari dunia luar. Identitas atau busana yang dipakai masyarakat Suku Badui menggunakan baju berwarna hitam putih dan memakai tongek (ikat kepalanya yang berwarna putih). Bahasa atau dialog yang digunakan masyarakat suku Badui adalah bahasa Sunda, sunda yang digunakan adalah Sunda Buhun (bahasa Sunda yang ada kasarnya). Kegiatan sehari-harinya setiap siang Mereka pergi ke ladang dan juga mereka membuat gula kaung.
Produk ekonomi yang dihasilkan masyarakat Badui yaitu gula kawung dan gula teh. Gula Kaung artinya gula yang dibuat dari pohon aren. Dalam konsep pelestarian alam, masyarakat suku Badui sangat menjaga pelestarian alam salah satu contohnya; menjaga Sungai Ciujung. Tidak semua bagian sungai boleh digunakan,jadi tidak boleh sembarangan mandi di sana. Kegiatan tersebut merupakan usaha mereka untuk menjaga kebersihan dan kelestarian hulu sungai. Arsitektur rumah masyarakat suku Badui semuanya rumah berbentuk panggung dan itu yang membuat orang yang ada di dalamnya merasa hangat. Dan yang terpenting rumah masyarakat Badui harus menghadap ke selatan bagi mereka yang menganut Sunda Wiwitan,itu adalah kiblat bagi orang Badui jadi orang Badui berteduh harus menghadap ke arah tersebut. Jika salah satu masyarakat suku Badui sakit, pengobatan yang dilakukan di kampung tersebut sangatlah sederhana atau tradisional, mereka memanfaatkan alam untuk membuat herbal supaya sembuh. Di antaranya mencari dedaunan yang berkhasiat untuk pengobatan yang ada di alam dekat mereka tinggal.
Salah satu ketahanan pangan mereka adalah ikan asin. Ikan asin adalah makanan favorit mereka karena itu,mereka harus pintar mengatur persediaan makanan. Prinsip mereka sederhana tapi kuat dalam diri orang Badui. Seperti dalam lumbung padi menurut orang pertama berguna untuk menyimpan padi yang umurnya sudah puluhan tahun ,saking banyaknya timbunan biru dihasilkan dari panen ke panen. Padi dipakai tidak boleh sembarangan padi dipakai hanya acara khusus saja ,misalnya acara adat kawinan atau adat Badui.
Pada malam hari, warga Kampung Gajeboh berkumpul-kumpul dengan tetangga (Ngawangkang).
Pandangan tentang tanah , sebagai Tengku buat masak dibuat diatas tanah liat, kepercayaan orang tua katanya tidak boleh kena tanah langsung karena alamnya nanti bisa murka tersakiti. Adat Kampung gajeboh, para perempuan tugasnya harus menyediakan makanan untuk para laki-laki. Sedangkan laki-laki kerjanya mencari nafkah atau bekerja sebagai pembuat gula Kaung. Kuliner yang khas dari suku Badui yaitu membuat gula Kaung. Transaksi atau alat tukar suku Badui zaman dulu jual gula suka ditukar dengan barang lain (barter) tetapi sekarang Uang sudah menjadi alat tukar yang mudah termasuk orang Badui Luar.
Sebagian suku Baduy mengenal teknologi komunikasi yaitu handphone. Mereka pertama kali mengenal handphone dari orang kota yang suka mampir ke kampung Gajeboh yang awalnya mereka tidak bisa membaca setelah datangnya handphone, mereka bisa membaca. Memang aturan di Suku Badui melarang mereka untuk bersekolah. Mereka menggunakan transportasi modern hanya pada saat ada keperluan untuk pergi ke kota seperti menjual gula Kaung. Jika jarak yang ditempuh dekat, mereka memilih untuk berjalan kaki. Relfleksi kelompok sosial terhadap masa depan, suku Badui memilih untuk hidup berdekatan dengan alam, karena suasana di Kota sangat berbeda dengan suasana di kampung Gajeboh yang udaranya masih bersih dan tidak tercemar oleh polusi.
Dari Kesimpulan tersebut ,hal yang paling menarik dari masyarakat suku Badui yaitu mereka menggunakan baju berwarna hitam putih dan memakai tongek (ikat kepalanya yang berwarna putih). Dengan alasan busana tersebut menjadi ciri khas pakaian sosial suku Badui ,sekaligus menjadi pembeda dari busana suku lainnya.
Penulis: Rahmatus Salamah (26), Niken Julianty Zahra (23), Putri Rizki Nuraeni (25), dan Redinta Adelia (27), Siswa kelas XI IPS 3, SMA Negeri 1 Pamotan.
Produk ekonomi yang dihasilkan masyarakat Badui yaitu gula kawung dan gula teh. Gula Kaung artinya gula yang dibuat dari pohon aren. Dalam konsep pelestarian alam, masyarakat suku Badui sangat menjaga pelestarian alam salah satu contohnya; menjaga Sungai Ciujung. Tidak semua bagian sungai boleh digunakan,jadi tidak boleh sembarangan mandi di sana. Kegiatan tersebut merupakan usaha mereka untuk menjaga kebersihan dan kelestarian hulu sungai. Arsitektur rumah masyarakat suku Badui semuanya rumah berbentuk panggung dan itu yang membuat orang yang ada di dalamnya merasa hangat. Dan yang terpenting rumah masyarakat Badui harus menghadap ke selatan bagi mereka yang menganut Sunda Wiwitan,itu adalah kiblat bagi orang Badui jadi orang Badui berteduh harus menghadap ke arah tersebut. Jika salah satu masyarakat suku Badui sakit, pengobatan yang dilakukan di kampung tersebut sangatlah sederhana atau tradisional, mereka memanfaatkan alam untuk membuat herbal supaya sembuh. Di antaranya mencari dedaunan yang berkhasiat untuk pengobatan yang ada di alam dekat mereka tinggal.
Salah satu ketahanan pangan mereka adalah ikan asin. Ikan asin adalah makanan favorit mereka karena itu,mereka harus pintar mengatur persediaan makanan. Prinsip mereka sederhana tapi kuat dalam diri orang Badui. Seperti dalam lumbung padi menurut orang pertama berguna untuk menyimpan padi yang umurnya sudah puluhan tahun ,saking banyaknya timbunan biru dihasilkan dari panen ke panen. Padi dipakai tidak boleh sembarangan padi dipakai hanya acara khusus saja ,misalnya acara adat kawinan atau adat Badui.
Pada malam hari, warga Kampung Gajeboh berkumpul-kumpul dengan tetangga (Ngawangkang).
Pandangan tentang tanah , sebagai Tengku buat masak dibuat diatas tanah liat, kepercayaan orang tua katanya tidak boleh kena tanah langsung karena alamnya nanti bisa murka tersakiti. Adat Kampung gajeboh, para perempuan tugasnya harus menyediakan makanan untuk para laki-laki. Sedangkan laki-laki kerjanya mencari nafkah atau bekerja sebagai pembuat gula Kaung. Kuliner yang khas dari suku Badui yaitu membuat gula Kaung. Transaksi atau alat tukar suku Badui zaman dulu jual gula suka ditukar dengan barang lain (barter) tetapi sekarang Uang sudah menjadi alat tukar yang mudah termasuk orang Badui Luar.
Sebagian suku Baduy mengenal teknologi komunikasi yaitu handphone. Mereka pertama kali mengenal handphone dari orang kota yang suka mampir ke kampung Gajeboh yang awalnya mereka tidak bisa membaca setelah datangnya handphone, mereka bisa membaca. Memang aturan di Suku Badui melarang mereka untuk bersekolah. Mereka menggunakan transportasi modern hanya pada saat ada keperluan untuk pergi ke kota seperti menjual gula Kaung. Jika jarak yang ditempuh dekat, mereka memilih untuk berjalan kaki. Relfleksi kelompok sosial terhadap masa depan, suku Badui memilih untuk hidup berdekatan dengan alam, karena suasana di Kota sangat berbeda dengan suasana di kampung Gajeboh yang udaranya masih bersih dan tidak tercemar oleh polusi.
Dari Kesimpulan tersebut ,hal yang paling menarik dari masyarakat suku Badui yaitu mereka menggunakan baju berwarna hitam putih dan memakai tongek (ikat kepalanya yang berwarna putih). Dengan alasan busana tersebut menjadi ciri khas pakaian sosial suku Badui ,sekaligus menjadi pembeda dari busana suku lainnya.
Penulis: Rahmatus Salamah (26), Niken Julianty Zahra (23), Putri Rizki Nuraeni (25), dan Redinta Adelia (27), Siswa kelas XI IPS 3, SMA Negeri 1 Pamotan.
0 Komentar