Kearifan Suku Badui



   Suku Badui tinggal di Gajeboh Desa Kanekes Banten. Suku Badui sangat patuh dengan adat istiadat. Mereka sangat mempercayai nenek moyang mereka dahulu. Mereka sulit menerima budaya modern karena kata orang dulu orang modern itu pintar-pintar saking pintarnya sampai minterin orang. Ini sebabnya suku Badui menutup dari dunia luar, tapi itu hanya berlaku bagi Suku Badui dalam.

  Pakaian suku Baduy biasanya memakai pakaian modern tetapi mereka juga memakai pakaian tradisional pada saat upacara adat dan kegiatan tertentu yang berhubungan dengan adat istiadatnya. ciri khas dari suku Baduy yaitu terlihat dari togek. Togek adalah ikat kepala yang berwarna putih yang selalu dipakai oleh suku Baduy. Dan mereka tidak memakai alas kaki.

   Bahasa yang digunakan oleh suku Baduy adalah bahasa Sunda Buhun yang sedikit kasar. Bahasa Sunda itulah yang biasa dipakai oleh suku Baduy untuk berkomunikasi dengan sesamanya.
  Kegiatan suku Baduy sehari-hari adalah pergi ke ladang. Selain itu,mereka juga membuat gula Kaung atau gula aren. Gula Kaung inilah yang menjadi produk ekonomi yang dihasilkan oleh suku Baduy. Gula kaung yaitu gula  yang dibuat dari pohon aren.

   Suku Baduy juga melestarian alam sekitar. Mereka melestarikan alam sekitar dengan cara memanfaatkannya secukupnya. Contohnya Sungai Ciujung hulunya, suku Baduy tidak boleh sembarangan mandi di sungai tersebut karena hal tersebut bertujuan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian alam.

  Arsitektur rumah suku Baduy berbentuk panggung dan rumah suku Baduy menghadap ke selatan. Karena selatan merupakan kiblat bagi suku Baduy.

   Untuk membuat obat suku Baduy juga memanfaatkan alam seperti dedaunan. Selain itu, suku Baduy juga percaya kalau sakit ada yang datang dari roh jahat. Dan cara menangkalnya mereka menggunakan kapuru atau jimat.

   Suku Baduy menyimpan hasil panennya di lumbung. Dan saat memakainya itu tidak boleh sembarangan atau boros. Hasil panen ini dipakai kalau ada acara khusus  misalnya acara adat kawinan atau adat Baduy. Hal ini dilakukan supaya saat musim kemarau datang mereka masih bisa memakan hasil panennya tadi. Suku Baduy juga menyukai ikan asin karena aromanya yang enak juga awet kalau disimpan.

  Disuku Baduy tidak ada listrik maka dari itu saat malam hari suku Baduy selalu berkumpul bersama tetangga. Suku Baduy menyebutnya dengan ngawangkong.
   Suku Baduy percaya kalau tungku untuk masak yang dibuat diatas tanah liat tidak boleh menyentuh tanah. Kalau menyentuh tanah maka alam bisa murka karena tersakiti. Air dan udara bagi suku Baduy merupakan sebagai sumber kehidupan yang utama.
   Suku Baduy juga membagi pekerjaannya. Seperti laki-laki pergi ke ladang dan yang perempuan menyiapkan makanan untuk laki-laki.
   kuliner khas dari suku Baduy merupakan gula Kaung atau gula aren. Gula ini banyak dicari orang karena rasa manisnya yang pas dan tidak terlalu manis.
   sistem transaksi yang dilakukan oleh suku Baduy yaitu pada awalnya mereka dengan cara barter. Tapi kalau sekarang mereka menggunakan uang sebagai alat transaksi dan alat tukar.
  Sebagian orang suku Baduy mulai mengenal teknologi komunikasi yaitu handphone. Mereka pertama kali mengenal handphone dari orang kota yang suka mampir ke kampung mereka. Yang awalnya mereka tidak bisa  membaca setelah datangnya handphone mereka bisa membaca, memang aturan dari suku Baduy melarang mereka untuk bersekolah. Selain mengenal teknologi komunikasi mereka juga mengenal teknologi transportasi dari informasi orang-orang kota saat mereka ada keperluan untuk menjual gula kaung di pasar.
   Suku Baduy memilih untuk hidup berdekatan dengan alam karena,suasana di Kota sangat berbeda dengan suasana di kampung yang udaranya bersih dan tidak tercemar oleh polusi.
   Hal yang menarik dari suku Baduy adalah arsitektur rumah mereka yang berbentuk panggung dan harus menghadap Selatan. Karena rumah pada zaman sekarang menghadap ke sembarang arah sesuai keinginan pemilik dan tidak berbentuk panggung lagi. Rumah seperti suku badui sebaiknya diterapkan di daerah yang rawan bencana yaitu rumah berbentuk panggung sehingga membuat rumah tersebut tidak hancur.

Kelompok 6
Ketua: Sheilla Noor Fatimah                   
         (32)
Anggota: Anti Nur Anggraeni
           (03)
           Duriyatul Fadhilah 
            (08)
            Widiyaningsih
            (35)

0 Komentar